NU: Perlawanan Terhadap Penjajah.

Al-Khilafah Islamiyah Perkara Mendesak..

Mendudukan Sejarah Kekhilafah`n Islam.

Warna Warni : "Seputar Hukum, Peradilan, & Kesejahteraan"

/ On : Minggu, Juli 31, 2011/
peraturan ada untuk dilanggar
Di  Indonesia kita ini masih berlaku suatu hukum pembenaran penyimpangan yang berbunyi, “aturan ada untuk dilanggar”. Kira-kira begitulah guyonan yang sering saya ungkapkan berdua bersama seorang sohib[1] ketika kami sedang duduk di teras depan sebuah masjid kecil yang terdapat di SMA, di bawah sebuah pohon palm yang cukup besar sehingga dapat meneduhi  wilayah teras, sambil memandangi keadaan sekitar. 

Ketika itu dalam kondisi setengah ngacapruk[2] kesana kemari akhirnya obrolan kami menuju pada ketidak becusan pemerintah dalam memenuhi  kebutuhan masyarakat seperti transportasi dan sebagainya. Tak tersadar obrolan kami pun menjadi sedikit lebih seru ketika membahas tentang kelakuan durjana para pejabat korup.  Untuk apa sibuk pelesiran kesan kemari untuk membuat suatu peraturan, jika hasilnya justru malah mereka sendiri yang melanggarnya. Maka tak salah jika kami berpikiran “peraturan ada untuk dilanggar”[3].

Saat ini saja berdasarkan data di situs republika.co.id (6/5), KPK sedang menunggu keputusan SBY untuk memeriksa 158 pejabat yang dianggap bermasalah (150 pejabat daerah, dan 8 pejabat pusat). Bahkan sudah bukan rahasia lagi ketika ‘pemburu para tikus’[4] ini beraksi, belakangan diketahui merekapun terjerat kasus yang sama seperti si tikus, maka dibentuklah lembaga yang lebih tinggi dari pada KPK dan begitu seterusnya[5].

operasi tilang bagi pelanggar lalulintas
Ngomong-ngomong tentang melanggar hukum, kemarin siang setelah beranjak dari part time job, sekitar pukul 12.30 WIB saya segera memacu si kuda besi[6] menuju pengadilan pidana di jalan R.E. Martadinata, untuk membebaskan tawanan perang yang sekitar 9 hari disita polisi. Yupz, karena melakukan misdemeanor[7] yang sebetulnya terjadi begitu saja, karena belakangan ini saya jarang sekali menonton berita dan membaca koran karena sibuk baca manga[8] dan nongkrong di facebook, jadi benar-benar ketinggalan berita. Saya baru tahu kalau siang hari pun ternyata para bikers diwajibkan untuk menyalakan lampu motor mereka. Tapi sudahlah, berhubung saya gak mau terlibat praktek KKN makanya pada hari itu (hari di saat saya ditilang) saya menolak maksud baik bapak polisi yang menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah di tempat. Saya pun sukses menjadi pewaris hukum negara ini, motto “aturan ada untuk dilanggar” pun telah merasuki jiwa ini. Praktis!!

Ketika sampai di pengadilan untuk membebaskan sang Tertawan, saya harus menunggu 3 jam, meski cukup lama menunggu sebetulnya saya termasuk cukup beruntung karena banyak orang yang hadir dari jam 9 namun hingga sore belum mendapat giliran juga -bayangkan bagaimana panjangnya antrean saat itu-. Kasihan, tapi siapa suruh melanggar…____-“). 

Setelah menebus sang "Tertawan", saya pun segera keluar. Menghirup udara segar. Bebas! Namun justru setelah keluar lah justru batin ini kembali terkoyak, hancur! Belum saya bergerak 10 meter dari gerbang masuk pengadilan, saya dikejutkan dengan sosok seorang bocah ingusan (yang saya liat bener-bener bocah ingusan, bahkan terlihat jelas bekas ingus yang sudah kering menghiasi pipinya), dia menghampiri saya yang ketika itu sedang berhenti menunggu lampu hijau, bocah  itu langsung berlari menghampiri saya dan langsung menjajakan koran. Masya Allah! Kirain mau minta tanda tangan?!

Bocah itu langsung mengusir keheranan saya (heran karena tiba-tiba ada bocah ingusan mendekati). 

“Aa[9], beli korannya aa, buat beli sepatu” ungkap sang Bocah setengah teriak karena bising kendaraan membuatnya perlu melakukan hal tersebut.

Saya pun melihat ke bawah dan kakinya memang telanjang! Saya pun masih bengong melihat matanya yang sayup redup. Terlihat kelelahan.

“Aa, beli korannya aa…….. seribu lima ratus, buat beli  sepatu sekolah, uh… gak punya uang.” jelasnya sambil menyodorkan koran ke tangan kiri saya yang sedang memegang stir. Dengan alis ditekuk, kening mengerut, mata redup, pipi belepotan (oleh ingus kering) berhasil juga bocah itu membuat saya iba….

“euh… teugteuingeun maneh jang, keur sakola wae kudu nepi keun kikieuan”[10] itulah yang terpikirkan oleh saya ketika melihat kondisi menyedihkan tepat di depan batang hidung ini. Namun sebisa mungkin saya menjaga kesan cool d mata sang bocah. 

“koranna hiji[11] weh jang” akhirnya saya menyahut harapannya juga.

“Ai ujang kelas sabaraha ayeuna?” saya mencoba beramah tamah dengannya ditengah himpitan kendaraan mewah.

“kelas hiji a.” jawabnya.

“Kelas hiji! Jualan Koran!! Di pinggir jalan!!! JALAN RAYA!!!!” teriak batin saya, tiba-tiba teringat sosok bocah bau kencur yang suka bergaya di depan kaca, sosok adik bungsu saya yang saat ini ada di kelas dua SD.

“Kelas hiji?” (mencoba meyakinkan)

“…..” (sang bocah ngangguk, nampak nya dia agak keheranan melihat ekspresi wajah saya)
Sementara itu lampu hijau yang ditunggupun muncul dan saya memberikan dia wasiat terakhir kala itu (entah bagaimana pikiran saya sedang lumayan waras untuk memberikan wasiat kepada sang Bocah)

“Nya atos atuh nya… sok diajar cing getol, ngarah pinter!”[12]  sambil perlahan tancap gas, karena saya malas jika harus diklakson oleh pengemudi yang ada di belakang saya.

Sang bocah pun mundur dan berteriak, “Nya! Nuhun Aa...”[13]

Saat itu saya tak tahu untuk apa ‘nuhun’ itu ditujukan. Entah karena telah membeli korannya, entah karena nasehat terakhir tadi. Entahlah. Yang jelas perasaan ini cukup terobati karena sebelum saya benar-benar berlalu (untuk sesaat) terlihat mata yang semula redup, kembali berbinar, pipi yang dipenuhi ingus kering pun untuk sesaat dihiasi oleh senyuman (yang mash dipenuhi ingus pastinya). Alhamdulillah…

Tapi namanya hidup, belum juga merasakan kesenangan secara total. Kira-kira sekitar < 1000 meter dari tempat bocah penjual Koran tadi, langsung mendarat bayangan bocah perempuan memikul cobek batu yang diangkat menggunakan tanggungan[14] tepat di retina[15] , sepanjang jalan saya melihat tak kurang dari 5 orang bocah perempuan dan seorang bocah laki-laki berusia sekitar 5 tahun yang bebas melenggang di trotoar sambil menawarkan cobek batu kepada pengguna jalan (di pusat kota begini siapa yang mau membeli cobek coba?). Sebagian lain terlihat bolak-balik menyebrang padatnya jalan sambil membawa cobek ke sana kemari. Terkadang mereka terlihat berteduh di bawah pohon sambil tertawa riang bersama teman-temannya sesama penjual cobek, seolah terlepas dari beban hidup yang  yang sehari-hari mereka pikul di tengah-tengah kendaraan mewah yang berlalulalang, dibawah terik matahari, di dalam lingkaran kehidupan! Hebat! Benar-benar bocah yang luar biasa!

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk curhat semata, sorry yah laki laki gak perlu curhat. Namun saya ingin mengingatkan dan membawa kabar sesungguhnya dari para pewaris nabi di masa lampau. Kondisi menyedihkan ini sebetulnya dapat kita ubah, negeri ini cukup kaya untuk menjadikan rakyatnya berdasi dan menikmati fasilitas sekolah gratis yang layak tanpa harus menjajakan koran ataupun cobek di tengah kemegahan pusat kota. Lihatlah berbagai potensi SDA yang kita miliki! Emas, minyak bumi, gas, batubara, baja, tembaga, uranium, hutan, air, hasil laut, keanekaragaman hayati (flora & fauna), dll. Apa yang tidak ada di Negeri ini? Namun sudahkah kita menikmati anugrah yang Allah berikan itu? Ahh… Boro-boro, jangankan menikmati, mencicipi saja tidak. Pemerintah kita malah menjual semua kekayaan itu kepada para kapitalis keparat, bahkan harga jual terhadap rakyat jauh lebih tinggi dari pada harga jual yang dibebankan kepada para bangsat kapitalis. Lihat saja harga gas LPG yang bermain di angka 15 ribu rupiah, BBM (PREMIUM) pada angka 4500/L (yang kemungkinan akan segera lenyap dari pasar Indonesia), bahkan untuk minum saja kita harus bayar?!!

Privatisasi brutal ini membuat rakyat miskin semakin melarat. Maka pantas saja pemerintah sering menampakan keberhasilannya di media masa baik cetak maupun elektronik. Keberhasilan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Pemerintah berhasil mengurangi masyarakat miskin, berkurang bukan karena bertambah sejahtera namun karena rakyat miskin banyak yang mati kelaparan. Atau berhasil menurunkan  kemiskinan, hal ini pun benar-benar berhasil! Berhasil menurunkan kemiskinan hingga 7 turunan, dari semenjak generasi eyang, kakek, bapak, kita, anak, cucu, ………… (entah kapan ini akan berakhir). Keberhasilan terakhir, berhasil memelihara anak yatim dan fakir miskin. Kebijakan ini pun berhasil, buktinya dari waktu ke waktu jumlah anak yatim dan fakir miskin senantiasa bertambah. Luar Binasa Hebat, bukan?!

Tak terbayang ketika dulu justru keadaan seperti ini tak pernah dijumpai di suatu negeri kaum muslimin manapun, bahkan wilayah Afrika yang demikian gersang, tidak ditemukan orang orang yang layak menerima zakat dari negara ketika masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Penduduknya merasa malu untuk menerima zakat! Hal itu tidak mungkin terjadi terjadi jika bukan karena saking makmurnya negara tersebut! Tahukah mengapa hal itu dapat terjadi? Karena hukum yang ditegakkan saat itu adalah hukum islam, sehingga tak ada kaidah ‘pembenaran penyimpangan’ sebagaimana yang membudaya di negeri ini. “Aturan ada untuk di langgar”, eeh sorry yah! 

Kebijakan yang dibuat oleh negara ketika pemerintahan islam berkuasa memiliki suatu mekanisme yang membuat hukum tersebut tidak hilang karena dilanggar oleh pejabat pemerintahan itu sendiri. Bandingkan dengan para pelancong[16] yang setiap tahun hobi nya jalan jalan kesana kemari menikmati pajak dan menelurkan ‘kebijakan’ yang mencekik rakyat. Idiiihh… bagai langit dan bumi! Peraturan yang terlahir dari Islam tidak akan mudah untuk dilanggar, karena sebagai muslim kita mengtahui konsekuensinya. Contoh hukum zina dalam islam adalah haram, siapapun yang melakukannya pasti akan masuk neraka jika ia tidak bertobat atau dihukum sesai ketentuan islam[17], karena nya orang-orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan zina. Berbeda dengan sekarang, ketika ada dua orang anak muda berzina, yang terjadi adalah dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, jika salah satu pihak merasa telah dirugikan (dipaksa) dalam artian –maaf- diperkosa maka polisi akan menindak secara hukum. Namun hukumannya pun paling banter dipenjara 15 tahun atau seumur hidup. Sama sekali tidak akan membuat orang berfikir dua kali untuk melakukan tindakan bejat itu, juga tidak akan membuat orang jera melakukan pelanggaran yang sama. Kemungkinan ke dua, ini kemungkinan paling memuakan dari suatu tatanan hukum iblis. Jika ada dua anak muda yang berzina, maka selama mereka melakukan hubungan haram itu atas dasar suka sama suka maka hal itu tidak dapat diproses secara hukum!! Alhasil para pezina itu malah dikawinkan (baik terpaksa ataupun tidak) untuk menutupi aib keluarga mereka. Astagfirullah…

Kemudian muncullah kembali guyonan, “ketika cinta ditolak, ‘anu’ bertindak” anda pasti mengerti apa yang saya maksud, Itulah wajah hukum yang diwarisi oleh negara ini. Negeri para pecundang yang dipenuhi pejabat bangsat, yang senantiasa menundukan kepala mereka terhadap najis peradaban barat. Pantas saja negeri ini tidak pernah berkecukupan meski segala nikmat telah Allah titipkan di negeri kaum muslim terbesar ini.
Bumi ini adalah ciptaan Allah, maka tanyakan pada diri kita, pantaskah kita berkelana di bumi Allah dengan menggunakan peraturan yag tidak dikeluarkan oleh Allah?


[1] diambil dari bahasa Arab yang diadobsi dengan gaya betawi, artinya teman
[2] bahasa Sunda artinya ngelantur
[3] bukan untuk ditiru!!
[4] julukan saya untuk KPK (komisi Pemberantasan Korupsi)
[5] setiap lembaga negara yang diamanahi terjerat kasus sang ’tikus’ (korupsi), presiden membentuk lagi lembaga yang khusus menyelidiki korps pembasmi tikus tersebut, begitupun seterusnya…
[6] motor, pakai istilah kuda besi cuma ‘exagerete’ supaya terdengar gagah
[7] pelanggaran pidana ringan
[8] sebutan untuk komik Jepang
[9] bahasa Sunda, aa berarti kakak… dalam kalimat itu menjadi, “kak, beli korannya kak buat beli sepatu”
[10] bahasa Sunda, artinya “Aduh… kasihan sekali kamu dik, untuk sekolah saja sampai harus berjualan koran.”
[11] bahasa Sunda, artinya satu
[12] bahasa Sunda“ ya sudah kalau begitu, belajar yang rajin supaya pintar.”
[13] bahasa Sunda “ya… terimakasih kak”>> nuhun = terima kasih
[14] tanggungan adalah alat yang terbuat dari kayu digunakan untuk membawa barang dagangan, berbentuk panjang, pipih dan melebar di bagian tengah kemudian menyempit di bagian ujung.
[15] salah satu organ di dalam mata yang berfungsi menangkap bayangan
[16] anggota DPR
[17] hukuman bagi pezina ada dua macam, pertama didera (di cambuk) 100 X jika pezina belum pernah menikah,. Ke dua adalah di-rajam (seluruh badan dikubur kecuali kepala, kemudian di lempari batu hingga mati). Jika pelaku zina diadili menggunakan hukum islam, maka ia akan terbebas dari siksa Allah di akhirat. Karena salah satu fungsi hukum islam adalah sebagaipenggugur dosa di akherat (Jawabir).

0 komentar:

Posting Komentar

be nice, keep it clean my friend

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Watch videos at Vodpod and more of my videos

Followers

Foto Saya
bilal mubaraqi
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
a sore loser | full time dreamer | part time achiever | self centered servant | educator | big brother of insolent brothers | arts lover | half ass photographer
Lihat profil lengkapku